PALANGKA RAYA, Tabengan: Rabu, 17 Maret 2010
Program rehabilitasi dan revitalisasi kawasan eks proyek pengembangan lahan gambut (PLG) di Kalimantan Tengah (Kalteng), yang dicanangkan Pemerintah RI melalui Inpres No. 2 Tahun 2007, dapat dilaksanakan sesuai master plan (rencana induk), hanya melalui konsep pemberdayaan masyarakat.
Jika berharap pada anggaran, proyek itu mustahil bisa terwujud karena membutuhkan anggaran yang cukup besar. Karena itu, partisipasi aktif masyarakat di sekitar kawasan eks PLG merupakan salah satu poin penting dalam program tersebut.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam Lokakarya Kabupaten/ Kota untuk Konsultasi Publik Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Eks PLG, Senin (15/3), di Aula Peteng Karuhei II, Kantor Walikota Palangka Raya.
Lokakarya ini menghadirkan narasumber Nick Moudsley, Koordinator Penyusunan Master Plan Eks PLG, Erni Lambung dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalteng, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palangka Raya Saing Saleh. Sementara, peserta yang hadir terdiri dari para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemko Palangka Raya serta para tokoh masyarakat dan petani.
Nick Moudsley menjelaskan, rencana induk pengembangan eks PLG bertujuan mempertahankan gambut yang masih tersisa melalui program-program yang bisa menyejahterakan masyarakat di kawasan eks PLG.
Ada enam program yang direkomendasikan dalam master plan eks PLG. Program itu meliputi pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pengelolaan tata ruang dan infrastruktur makro, rehabilitasi, konservasi serta pengelolaan hutan dan lahan gambut, revitalisasi pertanian, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan sosial ekonomi, serta pengembangan kelembagaan dan kapasitas.
Sesuai luasannya, kawasan eks PLG di Kalteng mencapai 1.462.269ha, tersebar di wilayah Kabupaten Kapuas 629.827ha, Barito Selatan (Barsel) 197.601ha, Pulang Pisau (Pulpis) 618.543ha, dan Kota Palangka Raya 16.324ha.
Untuk pengelolaannya, eks PLG terbagi dalam empat kawasan meliputi kawasan lindung seluas 773.500ha, kawasan penyangga budidaya terbatas 353.500ha, kawasan budidaya 295.500ha, dan kawasan pesisir 40.000ha. Kawasan lindung meliputi gambut dengan ketebalan lebih dari tiga meter. Sesuai Keputusan Presiden (Kepres) No.32 tahun 1990, kawasan ini perlu dilindungi.
Namun kenyataan di Kalteng, ada sekitar 14 perusahaan perkebunan sawit dan perkebunan besar lainnya yang sudah mendapat izin survei lokasi di kawasan lindung. Izin itu dikeluarkan pemerintah kabupaten. “Kami akan rekomendasikan kepada pemerintah kabupaten agar izin itu dicabut sebab melanggar Kepres 32/1990,” kata Nick.
Nick juga mengatakan, rehabilitasi dan revitalisasi eks PLG hanya bisa dilaksanakan dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan, menjadi kunci utama program ini. Jika berharap pada pemerintah, program ini mustahil terwujud karena terbenturmasalah anggaran.
“Dana yang dibutuhkan mencapai Rp10 triliun. Tidak mungkin pemerintah Indonesia sanggup mengalokasikan dana sebesar itu. Jikapun harus dibantu negara lain, tidak cukup hanya oleh Belanda, tapi semua negara yang peduli. Terpenting dalam program ini, bagaimana masyarakat mau berkomitmen untuk melakukan upaya-upaya menjaga serta memanfaatkan kawasan ini bagi kesejahteraannya,” katanya.
Kegiatan lokakarya ini merupakan tindak lanjut atas lokakarya di tingkat kecamatan yang sudah dilaksanakan di 22 kecamatan pada Februari 2010. Sebelumnya, Tim Konsultasi Publik yang dibentuk melalui keputusan Gubernur Kalteng, melakukan studi potensi desa di 227 desa di kawasan eks PLG.
Hasil studi potensi desa ini yang dijadikan sebagai masukan pada kegiatan diskusi kampung, lokakarya kecamatan, dan lokakarya kabupaten. Setelah di Palangka Raya, lokakarya serupa akan digelar di Pulang Pisau, Kapuas, dan Barsel. Lokakarya ini juga diharapkan sebagai masukan penting yang akan dituangkan dalam rencana program kegiatan di kabupaten/kota.
Pada bagian lain, Kepala Bappeda Palangka Raya Saing Saleh mengaku belum ada program atau kegiatan terkait rehabilitasi dan revitalisasi eks PLG yang direncanakan Pemko Palangka Raya. Alasannya, Pemko masih berkutat pada persoalan dampak yang ditimpulkan akibat proyek pengembangan lahan gambut.
“Daerah lain seperti Kapuas, Pulang Pisau, dan Barito Selatan, memang sudah mempunyai program. Tapi untuk Palangka Raya, kegiatan untuk pengembangan gambut belum diagendakan. Kita masih fokus pada kawasan dampak,” akunya.
Saing Saleh juga menyebut program rehabilitasi dan revitalisasi eks PLG kurang mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Ini terbukti dengan tidak adanya program yang konkret dari pusat.
“Daerah diminta untuk memprogramkan kegiatan, sementara dari pusat tidak ada. Kami khawatir ini akan menjadi beban anggaran, sebab kita tahu nggaran daerah kabupaten/kota juga minim. Belum lagi anggaran yang diusulkan ke dewan dipangkas, karena dewan juga mengacu pada skala prioritas yang menjadi temuan mereka saat menjaring aspirasi masyarakat,” ungkapnya.
Karenanya, Saing juga sepedapat jika pelaksanaan program mengedepankan partisipasi masyarakat. Hanya dengan konsep itu, program tersebut bisa berjalan. (mel)
http://www.hariantabengan.com/news/read/rehabilitaasi-eks-plg-melalui-konsep-pemberdayaan-masyarakat.html
Komentar