Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Pembangunan Harus Mulai Dari Desa

PALANGKA RAYA, Tabengan : Senin, 29 Maret 2010 Lokakarya Provinsi K onsultasi P ublik R encana I nduk R ehabilitasi dan R evitalisasi P engembangan PLG, Sabtu (27/3), di Kantor Bappeda Kalteng , berhasil merumuskan 15 hal penting sebagai rekomendasi masukan bagi Musrenbang Provinsi. Project Manager Kemitraan Kalteng Joko Waluyo kepada Tabengan di Palangka Raya , usai lokakarya mengatakan, beberapa rumusan penting yang dihasilkan , antara lain pemerintah harus mem p erhatikan perencanaan pembangunan yang digali mulai dari tingkat desa ( bottom up ), untuk menangkap aspirasi dan keinginan masyarakat tentang bagaimana seharusnya pembangunan dilakukan di daerah. Pemerintah dalam hal ini hendaknya merumuskan berbagai kebijakan dengan mengolaborasi berbagai kepentingan yang telah masuk dalam siklus perencanaan pembangunan yang dimulai dari tingkat bawah tersebut. Kemudian, lanjut Joko, diperlukan komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan Inpres No. 2 Tahun 2007 tentang Perc

Rehabilitaasi Eks PLG - Melalui Konsep Pemberdayaan Masyarakat

PALANGKA RAYA, Tabengan: Rabu, 17 Maret 2010 Program rehabilitasi dan revitalisasi kawasan eks proyek pengembangan lahan gambut (PLG) di Kalimantan Tengah (Kalteng), yang dicanangkan Pemerintah RI melalui Inpres No. 2 Tahun 2007, dapat dilaksanakan sesuai master plan (rencana induk), hanya melalui konsep pemberdayaan masyarakat. Jika berharap pada anggaran, proyek itu mustahil bisa terwujud karena membutuhkan anggaran yang cukup besar. Karena itu, partisipasi aktif masyarakat di sekitar kawasan eks PLG merupakan salah satu poin penting dalam program tersebut. Demikian benang merah yang mengemuka dalam Lokakarya Kabupaten/ Kota untuk Konsultasi Publik Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Eks PLG, Senin (15/3), di Aula Peteng Karuhei II, Kantor Walikota Palangka Raya. Lokakarya ini menghadirkan narasumber Nick Moudsley, Koordinator Penyusunan Master Plan Eks PLG, Erni Lambung dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Kalteng, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Dae

Rencana Induk Rehabilitasi PLG Disosialisasikan

Rencana induk rehabilitasi dan revitalisasi proyek lahan gambut (PLG) disosialisasikan. Sosialisasi itu mengacu pada nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Provinsi Kalteng dan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia. Hasil sosialisasi master plan ini mendapat apresiasi positif dari masyarakat dan pemerintah provinsi. Untuk itu, Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang memandang perlu dilakukan konsultasi lebih luas dengan masyarakat pada 227 desa di dalam dan sekitar kawasan eks pengembangan lahan gambut. Sesuai SK Gubernur No. 188.44/206/2009 tentang Pembentukan Tim Konsultasi Publik Rencana Induk Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalteng, tim Konsultasi Publik (KP) kemudian menyusun rencana bangun proses KP dimaksud. Rencana bangun proses KP terdiri dari studi potensi desa, diskusi kampung, lokakarya kecamatan, lokakarya kabupaten/kota, dan lokakarya provinsi. Berdasarkan tahapan tersebut, urai Project Manager Kemitraan di Kalteng Jok

Gali Potensi Wilayah, Pemprov Gandeng Kemitraan

Kerja sama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kemitraan terus bergulir. Sebagai tindak lanjut MoU yang dibuat, Selasa (23/2) lalu, digelar sosialisasi dan konsultasi publik di Kantor Camat Mantangai. Apa hasilnya? Minimnya pengetahuan tentang pertanian, perkebunan, perikanan, kesehatan, pelayanan publik, keterampilan, kesehatan, kebakaran hutan, dan lahan merupakan sebagian masalah yang dihadapi masyarakat desa di Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas. Persoalan ini terungkap dalam sosialisasi dan konsultasi publik rencana induk rehabilitasi dan revitalisasi kawasan pengembangan lahan gambut (Masterplan PLG) di Kalteng, di Aula Kantor Camat Mantangai, dua hari lalu. Tidak itu saja. Dari pertemuan tersebut juga diketahui masalah lain dihadapi masyarakat. Antara lain, infrastruktur desa terutama jalan, keterbatasan modal usaha untuk membuka dan mengolah lahan, serta harga jual hasil pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan rendah. Di samping itu, konflik lahan anta