Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2007

Belajar Sejarah

Bersama 30-an kader SPKS kami belajar sejarah perkebunan di Indonesia, dari era kolonial hingga era sekarang. Belajar sejarah, menjadi lebih mudah sambil melihat foto-foto lama (hitam-putih) dari era kolonial. Kita seakan-akan berada pada masa itu. Kita seolah-olah merasakan betapa getir nasib bangsa ini ditindas bangsa asing, seiring dengan pembangunan perkebunan di Nusantara. Sejarah perkebunan di Nusantara, adalah sejarah kolonialisme itu sendiri. Masuknya bangsa-bangsa asing tidak terlepas dari upaya mereka untuk menguasai dan memonopoli hasil kebun rakyat Nusantara. Bahkan, praktek perkebunan modern saat ini, tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada beberapa ratus tahun yang lalu. Mempelajari sejarah sangat penting bagi para petani. Bung Karno pernah mengingatkan kita untuk jangan sekali-kali kita melupakan sejarah (Jas Merah). Bahkan Jas Merah sekarang sudah berganti Jaket Merah (Jangan keterlaluan melupakan sejarah).

Pendidikan Kader

Akhir pekan lalu, saya dan dua sahabat memfasilitasi pendidikan kader petani sawit di Sanggau. Kegiatan yang dilakukan selama 3 hari itu dimaksudkan untuk mencetak kader bagi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kalimantan Barat. Sebagai organisasi baru, SPKS membutuhkan banyak kader untuk menggerakkan roda organisasi. Dalam pendidikan ini, saya dibantu oleh dua sahabat saya yang selama ini sudah malang-melintang di dunia pendidikan petani, Fajri dan Hendra. Dengan sahabat yang terkahir ini, saya sudah lama tidak berkomunikasi. Tapi saya tahu betul, ia menjadi gawang bagi Serikat Tani Bengkulu (STAB).

Dedeng Alwi

Semak itu dibiarkan tumbuh liar. Kota Palu terasa panas, ketika kakiku menapaki komplek pekuburan itu. Di sini, bersemayam damai jasad sahabatku, Dedeng Alwi. Seorang sahabat yang sangat berkesan dalam hidupku. Tuhan punya rahasia. Dialah yang menentukan kapan saatnya seorang anak manusia dipanggil pulang. Termasuk sahabatku ini, dia dipanggil pulang dalam usia yang belum terlalu tua. Meski sesungguhnya, masih banyak kerja di dunia ini. Dari tanggannya, lahir berpuluh-puluh aktivis lingkungan yang pro rakyat. Maklum, almarhum adalah salah satu dedengkot aktivis LSM di Palu. Karena itu pulalah, aku mengenal sosok almarhum sebagai guru bertangan dingin. Bung, semoga engkau damai di sisi Tuhan Yang Maha Mengerti. Aku sangat kehilangan, sosok sahabat seperti kamu.

Dutpong

Saya baru kembali dari Kampung Cirewet untuk memfasilitasi Festival Kehutanan Adat yang diselenggarakan oleh KpSHK. Bila tidak macet, Kampung Cirewet bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 2,5 jam dari Kota Bogor. Kenapa disebut Cirewet? Apakah orang-orang yang tinggal di sana memang terkenal cerewet? Ntahlah, karena saya tidak menemukan narasumber yang bisa menjelaskan dengan pasti asal-usul nama Cirewet itu. Yang jelas, ketika saya memasuki kampung ini, saya langsung disambut oleh udara dingin. Maklum kampung ini terletak di daerah pegunungan. Tidak cuma itu, airnya pun terasa dingin menggigit tulang. Dengan keramahan yang tidak dibuat-buat, warga Kampung Cirewet menyambut para peserta yang berasal dari berbagai pelosok Nusantara. Tarian khas Sunda pun mengiringi kedatangan kami. Tidak itu saja. Pada malam harinya, kami disuguhi tarian jaipong dan musik dangdut. Di wilayah ini, kombinasi dangdut dengan jaipong dikenal dengan kesenian dutpong. Joget penyanyinya teramat elok. D