Baru seminggu lalu aku mengunjungi rumah sahabatku itu di bilangan Sentani, Papua. Hari masih pagi ketika pesawat Garuda Indonesia yang aku tumpangi mendarat di Bandara Sentani. Sahabatku Linus Karubun sudah menjemputku di luar.
Kebetulan bukan cuma aku yang dijemputnya, melainkan ada Nurcahyo Adi dari Jakarta dan Marco Watimena dari Merauke. Kami lalu diantar Linus ke Hotel Yasmin di Jayapura. Dalam perjalanan ke Jayapura, kami sempat singgah di Kantor WWF Region Sahul di Waena.
Setelah sejenak menghirup kopi dan menyimpan koper di kamar hotel, Linus mengajakku ke rumahnya. Kali ini saya berdua saja dengan Linus. Kami kembali ke Sentani. Karena rumah Linus tidak jauh dari bandara.
Setiba di rumahnya, saya bertemu dengan istri dan anak kedua Linus. Hmm, anak perempuan yang lucu. Ia masih sekolah di TK. Abangnya yang sudah kelas 4 SD tidak tampak. Tak lama kemudian, istrinya menghidangkan segelas kopi untukku.
Matahari sudah hampir di atas kepala. Rasa lapar sudah menyerang perut. Linus mengajakku makan soto ayam di Warung Nasi Lamongan, tak jauh dari rumahnya. Selesai makan, kami tak langsung ke Jayapura, namun singgah sebentar di rumah Linus untuk mengambil charger handphone. Kali ini aku sempat ketemu juga dengan anak pertamanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore waktu Papua, ketika kami tiba di hotel. Karena rasa kantuk yang sangat menyengat, aku langsung tertidur. Dua jam kemudian, Linus membangunkanku. Ia mengajakku ke rumah Abner di Waena. Dari sana, saya bersama Linus, Abner dan anak semata wayangnya pergi ke warung makan di Abepura. Setelah mengantar Abner kembali ke rumahnya, saya dan Linus balik ke hotel untuk melanjutkan tidur. Maklum, perjalanan panjang dari Pontianak ke Jayapura, membuatku ngantuk yang tak dibuat-buat.
Dua hari saya membantu Linus memfasilitasi pertemuan multipihak untuk merumuskan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat adat di Papua. Selesai pertemuan, sebelum kami berpisah, saya menitipkan oleh-oleh khas Pontianak berupa manisan lidah buaya kepada Linus untuk anak-anaknya.
Itulah pertemuan terakhirku dengan Linus. Tadi malam saya dapat SMS dari Asikin yang mengabarkan bahwa sahabatku itu telah dipanggil Yang Maha Kuasa. Asikin yang kebetulan sedang berada di Papua, mengabarkannya langsung dari rumah duka.
Tuhan, terimalah segala amal serta ampuni dosa dan kesalahan sahabatku itu. Kuatkanlah keluarga yang ditinggalkannya, Amin.
Selamat jalan Sahabat.
Kebetulan bukan cuma aku yang dijemputnya, melainkan ada Nurcahyo Adi dari Jakarta dan Marco Watimena dari Merauke. Kami lalu diantar Linus ke Hotel Yasmin di Jayapura. Dalam perjalanan ke Jayapura, kami sempat singgah di Kantor WWF Region Sahul di Waena.
Setelah sejenak menghirup kopi dan menyimpan koper di kamar hotel, Linus mengajakku ke rumahnya. Kali ini saya berdua saja dengan Linus. Kami kembali ke Sentani. Karena rumah Linus tidak jauh dari bandara.
Setiba di rumahnya, saya bertemu dengan istri dan anak kedua Linus. Hmm, anak perempuan yang lucu. Ia masih sekolah di TK. Abangnya yang sudah kelas 4 SD tidak tampak. Tak lama kemudian, istrinya menghidangkan segelas kopi untukku.
Matahari sudah hampir di atas kepala. Rasa lapar sudah menyerang perut. Linus mengajakku makan soto ayam di Warung Nasi Lamongan, tak jauh dari rumahnya. Selesai makan, kami tak langsung ke Jayapura, namun singgah sebentar di rumah Linus untuk mengambil charger handphone. Kali ini aku sempat ketemu juga dengan anak pertamanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore waktu Papua, ketika kami tiba di hotel. Karena rasa kantuk yang sangat menyengat, aku langsung tertidur. Dua jam kemudian, Linus membangunkanku. Ia mengajakku ke rumah Abner di Waena. Dari sana, saya bersama Linus, Abner dan anak semata wayangnya pergi ke warung makan di Abepura. Setelah mengantar Abner kembali ke rumahnya, saya dan Linus balik ke hotel untuk melanjutkan tidur. Maklum, perjalanan panjang dari Pontianak ke Jayapura, membuatku ngantuk yang tak dibuat-buat.
Dua hari saya membantu Linus memfasilitasi pertemuan multipihak untuk merumuskan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat adat di Papua. Selesai pertemuan, sebelum kami berpisah, saya menitipkan oleh-oleh khas Pontianak berupa manisan lidah buaya kepada Linus untuk anak-anaknya.
Itulah pertemuan terakhirku dengan Linus. Tadi malam saya dapat SMS dari Asikin yang mengabarkan bahwa sahabatku itu telah dipanggil Yang Maha Kuasa. Asikin yang kebetulan sedang berada di Papua, mengabarkannya langsung dari rumah duka.
Tuhan, terimalah segala amal serta ampuni dosa dan kesalahan sahabatku itu. Kuatkanlah keluarga yang ditinggalkannya, Amin.
Selamat jalan Sahabat.
Blogged with the Flock Browser
Komentar